Jumat, 13 Juni 2014

Uka-uka di Bunaken

TERLEPAS dari taman lautnya yang menyimpan biota laut tertinggi di dunia, saya punya pengalaman menarik saat travelling ke Bunaken. Ceritanya begini, sewaktu sampai di Manado, saya dan tiga teman travelling dari Medan sudah memutuskan untuk tidak menginap di homestay, resort, bungalow atau sejenis penginapan lainnya yang ada di Bunaken. Keputusan ini diambil karena kami tak punya budget banyak untuk membayar biaya penginapan. Alhasil, kami memberdayakan teman yang menetap di Manado. Namanya Great Kaumbur. Ia asli orang Manado. Kebetulan Great juga suka traveling. Jadi, untuk penginapan selama di Bunaken, Great sudah memfasilitasi tenda kemping.

Ada dua tenda kemping yang difasilitasi. Satu tenda kemping yang bisa menampung lima orang, sementara satunya lagi tenda kemping yang bermuatan tiga orang. Tenda kemping yang berisi lima orang, rencananya untuk tidur para lelaki. Selain saya, Great juga mengajak dua sepupu laki-lakinya. Sementara tenda kemping yang bisa menampung tiga orang akan diisi tiga wanita yang merupakan teman traveling saya dari Medan. Berhubung rencana sudah oke. Segala persiapan juga sudah dimatangkan. Cuz, kami nyebrang dari Manado menuju Pulau Bunaken.

Dari Manado ke Bunaken hanya memerlukan waktu lebih kurang 45 menit. Luas Pulau Bunaken lebih kurang 8,08 km2. Setibanya di Bunaken, Great menyambangi rumah sepupu perempuannya. Namanya Nino. Rambutnya pendek, suka pakai kaos longgar dengan celana ponggol yang sobek-sobek. Di lehernya juga ada kalung putih yang biasa dipakai preman. Benar-benar gadis tomboi. Bisa dikatakan Nino ini premannya penduduk di Bunaken. Buktinya, sepanjang jalan menuju lokasi kemping, hampir semua penduduk menyapa dia layaknya preman. Kawan-kawan satu genk-nya juga takut sama dia. Padahal di genk itu dia sendiri cewek. Yang lainnya cowok-cowok gagah.


Dari rumah Nino ke lokasi kemping memakan waktu setengah jam dengan jalan kaki. Nino membawa kami ke lokasi kemping di depan pantai Bunaken yang masih dikelilingi hutan. Nama lokasi ini sering mereka sebut sebagai Pantai Pasir Panjang Bunaken. Dari lokasi kemping ini ke tempat wisata Bunakennya tidak jauh, hanya jalan kaki 20 menit sudah sampai ke lokasi yang biasanya ramai dipenuhi wisatawan saat ke Bunaken.


Meskipun tidak jauh dari lokasi wisatawan, tetap saja tempat kemping yang dipilih Nino itu menyeramkan. Malam hari tidak terlihat cahaya lampu. Toilet juga tidak ada. Mau jalan ke warung beli makanan juga jauh. Mau tidak mau, cuma bisa makan mie instan yang dibawa dari Manado. Untungnya, dibalik kondisi yang menyeramkan itu, tersimpan suasana kece yang tidak bisa kami dapatkan di tengah hiruk pikuk kota Medan. Kapan lagi coba bisa menikmati langit malam dengan jejeran bintang di atas pasir Bunaken. Tak hanya itu, suara hempasan ombak juga bersahut-sahutan untuk memberikan ketenangan hati sebelum terlelap tidur. Belum lagi ketika kita tidur, udang-udang kecil yang ada di pasir pantai lompat-lompat dengan bebas di atas kaki. Dan yang lebih dahsyatnya, melek mata di pagi hari, hmmmmm.. kolaborasi matahari pagi dan beningnya pantai Bunaken itu cuakeeeppp banget. Benar-benar pemandangan yang mahal. Setidaknya, berkat pemandangan ini, perjalanan panjang kami dari Medan-Surabaya, Surabaya-Pelabuhan Bitung selama empat hari tiga malam di KM Gunung Dempo tidak sia-sia. Semuanya terbayarkan ketika sampai di pulau bagian utara Sulawesi ini.

Tidak habis sampai disini, siang harinya kami habiskan waktu untuk snorkeling. Bunaken benar-benar memiliki taman laut yang dahsyat. Terumbu karangnya aduhai, ikannya warna-warni dengan berbagai jenis species. Sayangnya, saya tidak mengetahui jenis ikan apa saja yang saya lihat ketika snorkeling. Yang saya tau cuma lumba-lumba dengan asik lompat sana sini. Hahahahaha.


Usai bersenang-senang dengan pantai selama seharian, kami kembali ke lokasi kemping. Sebelum malam, beberapa teman anak Manado sempat memancing. Ikan yang di dapat jadi menu makan malam saat itu. Setelah melahapnya, kami menghabiskan waktu untuk bermain kartu. Beberapa ada juga yang bermain gitar sambil nyanyi lagu daerah yang berasal dari Manado. Malam itu Nino juga membawa empat teman laki-lakinya untuk bergabung. Mereka berpesta cap tikus.

Cap tikus ini jenis cairan berkadar alkohol rata-rata 40 persen yang dihasilkan melalui penyulingan saguer atau cairan putih yang keluar dari mayang pohon enau atau seho dalam bahasa Minahasa. Harganya sangat terjangkau. Kalau di Medan, tidak jauh seperti tuak. Belinya juga perliter dan tempatnya itu di botol air mineral yang sudah bekas. Berkat teman-temannya Nino, suasana kemping malam itu jadi ramai.

Di tengah keramaian dan gelapnya tempat kemping malam itu, Nino mencoba mengabadikan momen lewat kamera seluler-nya. Alhasil, terpotretlah satu tamu tak di undang. Bentuknya tidak utuh, hanya terlihat kepala dan gigi-nya yang samar-samar. Posisinya pas di atas kepala Elfa, salah satu teman travelling saya dari Medan. Elfa duduk bersebelahan dengan saya. Benar-benar buat bulu kuduk saya merinding. Seketika itu pula, saya jadi ingat film Kisah Misteri (Kismis) yang sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta. Saat itu tagline film tersebut adalah “uka-uka”. Disebut uka-uka ketika seorang kameramen berhasil menangkap suatu “penampakan” yang katanya makhluk gaib.





               Dibelakang pria yang merokok itulah Uka-uka-nya. Cuma kepalanya aja. 

Nah, terkait dengan hasil jepretannya itu. Nino sempat cerita malam itu. Percaya tidak percaya, kata Nino, salah satu temannya baru meninggal dunia dua minggu lalu. Temannya itu meninggal karena kecelakaan sepeda motor yang lokasinya tidak jauh dari tempat kemping tersebut. Si Nino menganggap, mungkin saja temannya itu mau ikut gabung sama mereka yang lagi bersenang-senang. Karena sebelum meninggal dunia, mereka sering cap tikus-an bareng di Bunaken. Wuih seramnya. Bahkan ini lebih seram dari film Insidious dan The Conjuring. #lebay..


Sampai saat ini saya belum bisa percaya dengan tayangan tivi, cerita dan gambar hasil jepretan si Nino. Memang bukan untuk dipercayai sih, yang jelas pengalaman ini layak untuk saya ceritakan ketika menjelajahi tempat terindah di Indonesia. Makhluk gaib itu memang ada, tetapi bukan untuk ditakuti.


                              Lokasi kemping di Bunaken bareng Nino and the genk






Tidak ada komentar:

Posting Komentar