Senin, 23 Desember 2013

Kota Perdagangan yang Mendunia

INI kali pertama saya menginjakan kaki di Kota Balige. Sebagai anak yang lahir dan dibesarkan di Sumatera Utara (Sumut) sebenarnya saya merasa malu karena baru kali ini bisa menginjakkan kaki di daerah yang dikenal dengan kota perdagangan ini.

Kedatangan saya ke Balige dalam kegiatan Parhitean Fun Rafting Tournament 2013 yang digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) yang bekerjasama dengan Majalah Sumatera and Beyond.

Sebenarnya kegiatan ini dilakukan di Sungai Parhitean, Tobasa pada Minggu (15/12). Namun, sehari sebelum kegiatan dilakukan, Sabtu (14/12), saya dan para peserta fun rafting sempat diajak mengelilingi Kota Balige.

Usai makan siang di Toba Art milik Bastian Hutabarat, lewat angkutan umum khas Balige, kami dipandu Bastian untuk mengunjungi gereja tertua di Kota Balige. Gereja ini dikenal dengan Gereja Huria Kristen Batak Prostestan (HKBP) Balige. Letaknya tak cukup jauh dari pasar Balige. Menurut Bastian, gereja ini sangat bersejarah. Tak heran jika Agustus lalu, gereja ini juga menjadi tempat pemberkatan pasangan selebriti Judika dan Duma Riris.

“Umur gereja ini sudah mencapai 131 tahun. Gereja ini dimulai oleh lembaga penginjilan dari Jerman lewat misionari, Nommensen. Salah seorang pendeta yang pertama sekali menyebarkan agama Kristen di Toba Samosir,” ucap Bastian kepada rombongan.

Benar-benar hebat, sambung Bastian dengan tegas. Beliau benar-benar memikirkan kenapa gereja ini didirikan disini. Di samping gereja ini terdapat Akademi Keperawatan HKBP Balige yang sangat bagus. The Deaconess, Susanne Maedrich. Akademi ini juga satu paket dengan asrama pendidikan yang sangat bersih. Mereka sangat perduli sekali menjaga kelestarian lingkungan. Nyaris tidak ada sampah di asrama ini.

Di bagian depan gereja terdapat Rumah Sakit Umum HKBP Balige, serta bagian belakang gereja terdapat sekolah plus HKBP Balige. Selain bangunan gerejanya yang unik, hal ini jugalah yang menambah keunikan dari Balige itu sendiri. Balige bukan hanya dijadikan sebagai kota perdagangan, melainkan juga dijadikan sebagai kota pendidikan. Banyak pendidikan bagus yang ada di Balige ini.

                                                                       Betor Balige


Kota Perdagangan

Kenapa dikatakan sebagai kota perdagangan?. Jawabannya, karena bank pertama yang lahir di daerah Tapanuli, Sumatera Utara ini terdapat di Balige. Nama bank tersebut Batakse Credit en Handelsbank Capital. Bank ini dibangun pada tahun 1938 oleh enam komisaris. Ke-enamnya adalah Toke Maroedin Sibarani, Toke Kilian Hutabarat, Soetan Manahan Laoet, Toke Baginda Pemimpin Siahaan, Toke Dja Cijrus Pasariboe, dan Toke Marinus Simanjuntak.

“Kebetulan kakek saya, Kilian Hutabarat masuk di dalamnya. Saya mengetahui ini dari koran Bendera Kita Sabtoe yang terbit 6 Agustus 1938,” ujar Bastian.



Kala itu total saham untuk mendirikan bank tersebut 50.000 gulden. Inilah yang menjadi alasan kenapa Balige bisa disebut dengan kota perdagangan. Sampai sekarang perdagangan di Balige juga masih lancar.

Ini terbukti, walaupun sudah ditetapkannya Tarutung sebagai Ibukota Tapanuli Utara, tetapi perbankan masih banyak berdiri di Kota Balige. Bukan hanya perbankan, Balige juga menjadi pusat pasar bagi daerah sekitarnya.

                 
                                  Surat Kabar Bendera Kita yang Kala Itu Memuat Beritanya


Selain Ulos, salah satu hasil kerajinan tangan dari masyarakat Balige yang terkenal adalah Mandar Balige. Beruntung, usai mengunjungi Gereja HKBP Balige, kami di antar ke tempat pembuatan Mandar Balige milik Yusni Sinurat. Mandar itu artinya kain tenun atau sarung. Jadi, Mandar Balige ini adalah salah satu kain tenun hasil kerajinan tangan masyarakat Balige.

Biasanya, kain ini memiliki multi fungsi. Kadang dipergunakan warga sebagai kain bedong (pembungkus bayi), sarung untuk shalat, bahkan saat ini juga digunakan warga sebagai taplak meja, gorden pintu maupun jendela, hingga pada sarung bantal. “Mesin-mesin disini juga sudah cukup tua. Ini hasil kerajinan sejak dahulu. Dan produksi Mandar Balige ini juga menjadi salah satu kenapa Balige disebut sebagai kota perdagangan,” jelas Bastian.


                                                                   Mandar Balige


Sementara kaitannya dengan kota pendidikan terlihat dari istilah Is Balige The Next Bangalore. Istilah ini dipopulerkan oleh Sabar Situmorang. Salah seorang alumni Seni Rupa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang juga merupakan masyarakat Balige. Sabar mengistilahkan kata itu karena ia menganggap bahwa pendidikan di Balige tidak jauh berbeda dengan pendidikan yang ada di Bangalore.

Sebuah kota yang terkenal sebagai ibukota teknologi informasi di India. Ia juga berani mengatakan ini, terlebih dibuatnya museum batak, TB Silalahi Center yang diresmikan pada tahun 2011. Ini salah satu bukti bahwa pendidikan di Balige juga berkwalitas, dan membuat kota ini juga bisa disebut sebagai kota pendidikan.

“Sabar Situmorang itu juga seorang pengusaha. Ia masih sering datang ke Balige. Bahkan sesekali, dia juga mengajar di Institut Teknologi Del,” jelasnya.

Institut Teknologi Del, satu-satunya institut berkelas internasional yang ada di Balige. Institut ini diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono beberapa tahun yang lalu.

Uniknya institut ini langsung berhadapan dengan panorama alam Danau Toba. Satu-satunya danau terbesar di Indonesia.Danau yang menjadi daya tarik dari Kabupaten Toba Samosir bahkan Sumatera Utara. Hadirnya institut ini lagi semakin menguatkan Balige sebagai kota pendidikan. Benar-benar kota yang akan mendunia.

Institut Teknologi Del menjadi tempat terakhir dari kunjungan kami di hari pertama ketika sampai di Balige. Sebelumnya kami juga sempat melewati museum batak, TB Silalahi Center. Usai kunjungan ini, kami menginap di Sere Nauli Hotel yang terletak di daerah Laguboti. Disini kami menanti sambutan makan malam dari Bupati Tobasa yang diwakili Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Tobasa, Ultri Sonlahir Simangunsong.

Saat jamuan makan malam, ia sempat mengatakan akan seoptimal mungkin memperkenalkan Balige ke mancanegara. Terlebih pada tahun depan (2014), Balige, Kabupaten Tobasa ditunjuk sebagai tuan rumah dalam pagelaran event pariwisata terbesar di Sumut yakni Festival Danau Toba (2014).

“Semaksimal mungkin kita akan memperkenalkan budaya dan tempat-tempat wisata di Balige,” katanya. Balige bukan hanya dikenal dengan panorama alam Danau Tobanya saja, tetapi banyak hal lain yang perlu digali dari Balige.

Sepuluh kegiatan yang akan digelar pada FDT tahun depan adalah Solu Bolon, Paralayang, Marlange (renang), Arung Jeram (rafting) di Parhitean, Lake Toba’s World Drum Festival yang terdiri dari pertunjukan budaya baik itu upacara tradisi, upacara pembuka (panangkok oging), sulang-sulang pasangap natua-tua, mangalahat horbo, upacara penutup glitering (panggokhon ulaon nauli), permainan (perlombaan tradisi karnaval Sigale-gale dan ulos), serta lomba menyanyi, fashion show, seminar pariwisata dan pameran pariwisata dan ekonomi kreatif.

“Kita berharap sekali kegiatan ini tidak ngaret. Butuh ketegasan pemerintah pusat juga agar menjadi event tahunan yang bulan dan tanggalnya bisa konsisten. Terlebih kita juga telah memiliki bandara Silangit untuk mewujudkan ini semua,” harapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar